Bisnis Yang Melanggar Etika

Senin, 03 Oktober 2011


Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. (Wikipedia)

Sedangkan etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis, walaupun etika dalam berbisnis ini tidak seluruhnya tertulis di undang-undang, tapi etika ini sangat urgent dalam praktik bisnis.

Dalam berbisnis bukan hanya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tapi ada yang lebih penting yaitu kita harus mempertahankan bisnis supaya tetap berjalan lancar, salah satunya menjaga hubungan dengan relasi bisnis supaya bisnis tidak terputus, yaitu dengan cara bersikap jujur, tidak mendzolimi, dan tidak melakukan penipuan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis yaitu :
1.      Kegiatan Bisnis Berhubungan Dengan Orang Lain
Kegiatan bisnis melibatkan berbagai macam pihak, diantaranya yaitu supplier, distributor dan pelanggan atau konsumen. Dalam hal ini, bisnis sama dengan bergaul dengan masyarakat luas yang harus memiliki etika. Sebagai pebisnis kita juga harus memperhatikan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam prosesnya.
Contohnya banyak kita dapati dalam iklan televisi belakangan ini yang saling menjelek-jelekkan produk pesaing dengan gamblang, bahkan menyindir dan menghina pesaing dalam iklan, meskipun menggunakan bahasa yang halus. Misalnya pada iklan provider kartu AS dan XL.
Contoh lainnya yaitu pada pemasaran produk di lapangan yang menggunakan jasa “cewek cantik berbaju minim” guna menarik perhatian pelanggan. Hal ini banyak kita dapati untuk penjualan produk tertentu dengan berbagai merek pada event tertentu, dimana kecantikan serta kemolekan tubuh sang “sales” menjadi kunci utama dalam penjualan produk yang ditawarkan.
Secara kasat mata saja konsumen bisa menilai bahwa bisnis yang dijalani dalam contoh kasus diatas mengusung pola persaingan yang tidak sehat serta dapat menurunkan moril perusahaan di mata masyarakat, yang pada akhirnya juga akan merugikan perusahaan terkait.
2.      Bersaing Secara Sehat
Banyaknya pendatang baru dengan berbagai inovasi produk, tentunya menuntut para pelaku bisnis untuk dapat memenangkan persaingan dan membuat produknya menjadi yang utama. Namun tidak berarti bahwa perusahaan atau pebisnis dapat menghalalkan segala cara  untuk mendapatkan hal tersebut. 

Pada contoh kasus pertama tentunya masyarakat akan dibuat bingung dengan iklan yang saling menjatuhkan tersebut, dan mencibirnya. Berbeda dengan konsep iklan yang mengusung pola persaingan sehat dan mengusung kreatifitas pembuatnya sehingga membuat produk tampak lebih menarik. Seperti iklan provider Axis yang dapat memperoleh perhatian begitu besar dari masyarakat tanpa perlu menjatuhkan pesaingnya.
Sedangkan pada contoh kasus kedua, mungkin hal yang wajar menggunkan tenaga sales yang berpenampilan menarik untuk menghasilkan citra produk yang baik. Namun yang perlu diperhatikan disini yaitu yang dijual disini merupakan produk, bukan penjualnya. Jadi alangkah lebih baik lagi jika produk yang dijual memiliki kualitas serta kemasan yang jauh lebih menarik lagi dibanding penjualnya.

Lalu apa yang terjadi ketika ada yang melanggar etika bisnis? dampaknya adalah ketidak percayaan dari relasi bisnis atau konsumen sehingga akan mematikan bisnis itu sendiri.


0 komentar:

Posting Komentar