Ekonomi Koperasi (Jawaban)

Rabu, 30 Desember 2009


JAWABAN EKONOMI KOPERASI

Memikat Lawan Jenis Dengan Tarian

Kamis, 05 November 2009



Baru tau ternyata burung cendrawasih ekor kuning kecil atau yang dikenal dengan nama latin Paradisae Minor jantan memikat pasangannya dengan ritual tarian loh. Dalam ritual ini cendrawasih ekor kuning memamerkan bulu pada bagian ekornya yang indah disertai dengan kicauan merdunya. Unik yah? Selain tariannya, keunikan burung ini juga adalah sebutannya, yaitu burung poligami species pengicau dengan ukuran sedang dan panjang mencapai 32 cm. Wah bisa masuk grup poligami di facebook tuh...hahaa mantaaaap!!



Angklung Didaftarkan Ke UNESCO


Saya baru membaca dari sebuah koran Ibukota, kalau Departemen Kebudayaan dan Pariwisata telah mendaftarkan salah satu alat musik tradisional yang berasal dari Sunda, yaitu angklung ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa – Bangsa (UNESCO). Hal ini, menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ad Interim Mohamad Nuh, ditujukan agar angklung diakui sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia, seperti halnya keris, wayang dan batik yang telah didaftarkan sebelumnya dan telah diakui kini. Berkas pendaftarannya sudah disampaikan pada 26 agustus lalu dan kini sedang dipelajari di sekertariat UNESCO.
Saya sih berharap angklung bisa segera diakui dan disahkan sebagai warisan budaya yang berasal dari Indonesia dan semoga alat – alat musik yang lain atau kebudayaan Indonesia yang lainnya bisa segera menyusul pendaftarannya. Yaa...semoga saja pendaftaran ini bukan karena kecemasan masyarakat akan klaim dari bangsa lain, tetapi karena kebanggaan dan kecintaan kita akan keanekaragaman seni dan budaya Indonesia. Selain itu menurut saya pendaftaran ke UNESCO saja tidak akan cukup untuk membuat bangsa lain mengakui kebudayaan kita sebagai milik kita, apabila kita sendiri tidak berniat untuk memilikinya.


Bumi Akan Mengalami Kepunahan Massal


            Para ahli Biologi memperkirakan dunia tengah menghadapi ancaman kepunahan keanekaragaman hayati secara masal. Dugaan ini muncul dari krisis keanekaragaman hayati yang semakin parah. Diperkirakan saat ini sebanyak 50 – 150 species bumi punah setiap harinya.Perkiraan ini berdasarkan atas proyeksi laju kepunahan yang terjadi saat ini. Proyeksi tersebut menyebutkan, sekitar 50% dari sekitar 20 juta species yang ada saat ini akan punah dalam waktu kurun waktu 100 tahun ke depan. Laju kepunahan burung dan binatang menyusui yang terjadi antara tahun 1600 dan 1675 misalnya telah diperkirakan mencapai 5 – 50 kali lipat dari laju kepunahan sebelumnya. Kepunahan ini tidak hanya mengancam species, tetapi juga mengancam gen dan ekosistem tempat species itu tinggal.
            Indonesia merupakan salah satu kawasan yang memiliki ancaman kepunahan terbesar. Ekosistem hujan tropis di negara kita berkurang 10 – 20 juta hektar setip tahunnya. Sebanyak 70% terumbu karang juga mengalami kerusakan sedang hingga berat. Kerusakan juga mengancam hutan bakau, sungai, danau dan kawasan pertanian Indonesia.
            Menurut para ahli, kepunahan masal kali ini terjadi dalam skala yang jauh lebih luas dan lebih cepat dibandingkan dengan lima kepunahan massal yang pernahj terjadi di Bumu sebelumnya. Kepunahan massal terbaru terjadi sekitar 65 juta tahun lalu. Luasnya kepunahan massal kali ini bisa dilihat dari banyaknya species kurang dari 35.000 tahun, padahal jutaan tahun yang lalu satu species bisa berusia 10 juta tahun. (SUMBER : KOMPAS)
            Sungguh sangat memprihatinkan keadaan seperti saat ini bukan? Saat bumi seperti divonis akan kehilangan banyak penghuninya. Kita para penduduk bumi, harus berupaya keras untuk menghilangkan atau mungkin meredam skala kepunahannya, karena kepunahan tersebut akan berdampak pada kelangsungan kehidupan kita di bumi. Jika diperhatikan, selama ini ilmu pengetahuan dan teknologi lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kepentinggan umat manusia semata. Sadar atau tidak, keadaan bumi saat ini sudah sangat memprihatinkan dan solidaritas kita akan keberadaan species lain atau terhadap lingkungan kita masih sangat minim. Mungkin saat ini berbagai penemuan di bidang konservasi memberikan harapan dalam pelestarian alam. Masyarakat secara umum juga bisa berkontribusi dengan menekan penggunaan energi dan bahan tambang serta mengurangi konsumsi yang bisa menyebabkan polusi serta eksploitasi alam secara berlebihan. Lalu anda sebagai masyarakat secara khusus, apakah yang akan anda lakukan untuk meredam kepunahan massal ini??? Mulailah berkontribusi!!

KOPERASI INDONESIA SAAT INI

Minggu, 01 November 2009


Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa pembangun usaha yang paling cocok dengan menggunakan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai koperasi. Dalam wacana sistem ekonomi dunia, koperasi disebut juga sebagai the third way, atau "jalan ketiga", istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai "jalan tengah" antara kapitalisme dan sosialisme.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap koperasi di Indonesua. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia menarik kesimpulan bahwa sistem usaha koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan koperasi. Meski koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan.
Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Hari itulah kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara "koperasi sosial" yang berdasarkan asas gotong royong, dengan "koperasi ekonomi" yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa ini, di dunia ada dua macam model koperasi. Pertama, adalah koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam koperasi. Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.
Menurut Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota koperasi primer maupun anggota koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai koperasi batik primer. Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen koperasi. Bahkan kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban yang cukup njelimet, terlontar dari seorang peserta. Mengapa jarang dijumpai ada koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah "habitat" alamnya di Indonesia? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan .Padahal, upaya pemerintah untuk "memberdayakan" koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga "paket program" dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang", pelaku bisnis tak profesional. Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian. Singkatnya, koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah "badan usaha", juga "perkumpulan orang" termasuk yang "berwatak sosial".
Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni organisasi sosial yang berbisnis atau lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial. Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis. Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu besar. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi koperasi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah. Di Indonesia, beberapa koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial.

KOPERASI SEBAGAI PERUSAHAAN

Minggu, 11 Oktober 2009



KOPERASI SEBAGAI PERUSAHAAN

1.    PENGERTIAN
Badan usaha atau perusahaan adalah suatu organisasi yang mengkombinasikan & mengkoordinasikan sumbersumber daya untuk tujuan memproduksi & menghasilkan barang atau jasa. 
Secara konsepsional, Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan persoalan social - ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945.
Koperasi sebagai badan usaha maka :
  1. Tunduk pada kaidah & prinsip ekonomi yang berlaku
  2. Mampu menghasilkan keuntungan & mengembangkan organisasi serta usahanya
  3. Anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa
  4. Memerlukan sistem manajemen usaha (keuangan, teknik, organisasi & informasi)

2.    PERANAN KOPERASI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang dibentuk dari, oleh dan untuk anggotanya memang diharapkan dapat memberikan peluang pengembangan usaha para anggota pada khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya didalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.  Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang bersifat distinct (memiliki ciri yang khas), dengan corporate philosophy, corporate culture (praktek bisnis koperasi harus dapat mempresentasikan nilai-nilai yang mampu untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pasar yang kompetitif).
Nilai yang melekat pada organisasi dan manajemen koperasi adalah kemampuan untuk menolong diri sendiri, pengelolaan secara demokratis, berkeadilan dan solidaritas, dengan nilai-nilai tersebut mengisyaratkan bahwa koperasi sebagai organisasi yang berkemampuan untuk menolong diri sendiri (selfhelp organization) harus memiliki tujuan ekonomi yang jelas dan manajemen kebersamaan (Joint management) yang profesional, sehingga koperasi dapat menempatkan fungsi dan perannya sebagai lembaga ekonomi yang strategis dalam menumbuhkembangkan potensi ekonomi rakyat, karena koperasi adalah badan usaha yang berkaitan dengan kehidupan dan perekonomian dari sebagian besar rakyat yang tersebar diseluruh daerah, kota dan desa di Indonesia yang meliputi hampir seluruh jenis lapangan usaha yang ada.
Koperasi sebagai salah satu tiang penyangga perekonomian nasional selain Badan Usaha Milik Negara (BUMN/D). Maka koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus lembaga ekonomi yang mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang memiliki nilai jati diri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lainnya, maka koperasi diharapkan juga mampu berperan aktif sebagai lembaga yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Untuk itu koperasi sebagai lembaga ekonomi yang bergerak dibidang sektor riil dan informasi dituntut dapat berkiprah didalam aneka usaha bisnisnya secara profesional dalam bingkai yang rasional sehingga koperasi diharapkan tetap eksis, karena kehadirannya sangat memberi arti bagi anggota dan masyarakat umum disekitarnya karena tumbuh dan berakar pada masyarakat.

3.    TUJUAN PERUSAHAAN KOPERASI
Tujuan utama koperasi berfokus pada peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat, hal ini jelas terlihat pada pasal 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, menyebutkan bahwa koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tidak terlepas dari azas ekonomi, dimana koperasi dituntut selain sebagai lembaga usaha yang harus mencari keuntungan sebagaimana lembaga usaha lainnya, maka koperasi sebagaimana jati dirinya juga harus mengedepankan. Untuk itu koperasi harus mampu memainkan perannya sebagai lembaga ekonomi yang sekaligus sebagai lembaga sosial baik dikalangan organisasinya maupun terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya, dengan menjadikan koperasi sebagai lembaga yang mempunyai peran multi fungsi pelayanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat turut dalam membangun tatanan perekonomian nasional.
Jadi tujuan perusahaan koperasi yaitu:
  1. Berorientasi pada profit oriented dan benefit oriented
  2. Landasan operasinal didasarkan pada pelayanan (service at a cost)
c.       Memajukan kesejahteraan anggota adalah prioritas utama

4.    Struktur Organisasi Koperasi
Ropke dalam bukunya The Economic Theory of Cooveratives  mengidentifikasi ciri-ciri organisasi koperasi  sebagai berikut :
  1. Terdapat sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang - kurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama, yang disebut sebagai kelompok koperasi.
  2. Terdapat anggota koperasi yang bergabung dalam kelompok usaha untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi mereka sendiri, yang disebut sebagai swadaya dari kelompok koperasi.
  3. Anggota yang bergabung dalam koperasi memanfaatkan koperasi secara bersama, yang disebut sebagai perusahaan koperasi.
  4. Koperasi sebagai perusahaan mempunyai tugas untuk menunjang kepentingan para anggota kelompok koperasi, dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh anggota dalam kegiatan ekonominya.
Jika diperhatikan ciri-ciri tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi koperasi terdiri dari :
  1. Anggota koperasi, baik sebagai konsumen akhir maupun sebagai pengusaha yang memanfaatkan koperasi dalam kegiatan sosial ekonominya
  2. Badan usaha koperasi, sebagai satu kesatuan dari anggota, pengelola, dan pengawas koperasi yang berusaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya melalui perusahaan koperasi
  3. Organisasi koperasi, sebagai badan usaha yang bertindak sebagai perusahaan yang melayani anggota maupun bukan anggota.
Struktur organisasi koperasi di Indonesia dapat dirunut berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu meliputi rapat anggota, pengurus, pengawas dan pengelola.   Untuk lebih jelasnya struktur organisasi koperasi secara umum seperti pada gambar 1 berikut ini.
               


Sebenarnya, struktur organisasi koperasi tidak hanya mencakup segi intern koperasi tetapi meliputi segi ekstern.  Sebagai sebuah badan usaha yang sekaligus merupakan gerakan ekonomi rakyat, maka kedua segi organisasi koperasi harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud segi intern organisasi koperasi adalah struktur organisasi koperasi yang meliputi unsur-unsur kelengkapan yang ada dalam organisasi koperasi tersebut, contoh ada unsur pengurus, pengawas, pengelola dan anggota. Masing-masing unsur tersebut harus bekerja sama sesuai dengan kapasitas masing-masing dalam memajukan koperasi. Sedangkan yang dimaksud  segi ekstern organisasi koperasi adalah hubungan dan kedudukan koperasi terhadap organisasi koperasi lainnya, baik yang sama tingkatnya (antar sesama koperasi primer) maupun dengan koperasi yang lebih tinggi tingkatannya seperti Pusat Koperasi, Gabungan Koperasi serta Induk Koperasi.


5.    Fungsi Operasional Keanggotaan Koperasi
Fungsi operasional keanggotaan koperasi merupakan pengembangan dari fungsi - fungsi operasional manajemen sumber daya manusia. Manajemen merupakan kebutuhan  mutlak bagi setiap      organisasi. Sebagaimana diketahui, hakikat manajemen adalah mencapai tujuan melalui tangan orang lain. Pencapian tujuan melalui tangan orang lain itu dilakukan oleh manajemen dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasiaan, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan. Dengan demikian, keberhasilan manajemen sebuah organisasi akan sangat tergantung pada pelaksanaan masing-masing fungsi tersebut. Hanya dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen itulah sebuah koperasi akan dapat mencapai tujuan-tujuan mulianya secara efektif. (Revrisond Baswir, 2000:158).
Sedangkan manajemen keanggotaan dapat diartikan sebagai suatu proses dari fungsi perencanaan, pengorganisasiaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam pengadaaan, pengembangan, pemberiaan manfaat, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan keanggotaan dengan maksud untuk mencapai sistem tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama (Soetaryo Salim, 1989:4). Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan fungsi operasional manajemen keanggotaan berdasarkan pada manajemen sumberdaya manusia yang terdiri dari aktivitas-aktivitas sebagai berikut :
5.1      Pengadaan Anggota
Sedarmayanti (2001: 14) menyatakan, bahwa sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi yang mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam suatu organisasi, dalam mencapai tujuan organisasi hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan supaya efektif dan efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.
Karena itu pengadaan anggota harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan diawasi. Kegiatan untuk memperoleh atau mengadakan anggota dalam jumlah dan kualitas yang tepat. Organisasi koperasi tidak sembarang menerima anggota, jadi ada pembatasan dan harus melalui proses rekruitmen dari tujuan perusahaan koperasi, kegiatan perusahaan koperasi, jumlah anggota yang akan diterima dihubungkan dengan usaha yang dilakukan, kualitas dari pada anggota (umur, usaha, dapat melakukan tindakan hukum mempunyai keahlian tertentu). Selanjutnya dalam pelaksanaannya koperasi harus betul-betul memperhatikan proses tersebut di atas, rekruitmen anggota harus sesuai dengan tujuan koperasi dan kegiatan koperasi, jumlah anggota yang akan diterima mempunyai kualitas yang baik, yang pada akhirnya dari semua kegiatan di atas harus diawasi secara sungguh-sungguh oleh semua komponen dalam koperasi tersebut sehingga tidak akan dapat merugikan kepentingan koperasi dan anggota lainnya.
5.2      Pengembangan Anggota
Pengembangan merupakan peningkatan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, khususnya mengenai prinsip-prinsip (sendi-sendi dasar koperasi), teknik berkoperasi sebagai organisasi ekonomi berwatak soaial, teknik usaha, produksi, permodalan, pembelian, penjualan dan sebagainya, melalui pendidikan dan latihan yang terprogram. Hal ini merupakan suatu kegiatan yang amat penting dan harus terus digunakan, mengingat selalu berkembangnya teknologi, reorganisasi usaha dan semakin meningkatnya tantangan lingkungan yang membawa tugas manajemen semakin rumit. Sehubungan dengan itu itu program pendidikan dan pelatihan koperasi yang berkesinambungan berdasarkan kurikulum dan metode yang tepat dan terarah merupakan unsur yang menentukan untuk mencapai keberhasilan koperasi dalam meningkatkan kepentingan para anggota.
Karena itu pengembangan anggota harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan diawasi. Kegiatan untuk memperoleh pendidikan dan latihan yang terprogram sangat diperlukan dalam koperasi. Organisasi koperasi dapat menerapkan pola pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota maupun oleh koperasi yang bersangkutan Selanjutnya dalam pelaksanaannya koperasi harus betul-betul memperhatikan proses tersebut di atas, pendidikan perkoperasian harus sesuai dengan tujuan koperasi dan kegiatan koperasi, demikian halnya dengan pelatihan perkoperasian harus sesuai dengan tujuan koperasi dan kegiatan koperasi, akhirnya dari semua kegiatan di atas harus diawasi secara sungguh-sungguh oleh semua komponen dalam koperasi sehingga dapat dirasankan manfaatnya.
Menurut Faustino Cardoso Gomes (2001: 197), pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Supaya efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktifitas-aktifitas yang terencana ( be a planed organizational activity), dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan. Dewi Puspaningtyas (2000: 188) berpendapat melalui program pendidikan dan pelatihan yang efektif kualitas sumber daya manusia dapat dicapai dengan lebih efisien dan diharapkan berdampak terhadap pengembangan organisasi secara optimal.
5.3      Pemberian Manfaat Kepada Anggota
Fungsi ini merumuskan dan melaksanakan pemberian balas jasa yang layak bagi anggota dan menyesuaikan program-program kerja dalam pencapaian tujuan koperasi. Pemberian manfaat pada perusahaan koperasi melalui pelayanan-pelayanan pada para anggota:
*   Pengadaan barang yang diperlukan para anggota, pembelian atau produksi sendiri oleh anggota dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
*   Penjulan barang-barang atau jasa hasil produksi para anggota ke pasar dengan harga yang menguntungkan.
Karena itu pemberian manfaat kepada anggota harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan diawasi. Kegiatan untuk melaksanakan pemberian balas jasa yang layak bagi anggota dan menyesuaikan program-program kerja dalam pencapaian tujuan koperasi perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat memberikan manfaat kepada anggota. Organisasi koperasi dapat memberikan manfaat kepada anggota melalui pelayanan-pelayanan pengadaan barang, pembelian atau produksi sendiri oleh anggota dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, penjulan barang-barang atau jasa hasil produksi para anggota ke pasar dengan harga yang menguntungkan. Selanjutnya dalam pelaksanaannya koperasi harus betul-betul memperhatikan proses tersebut di atas, memberikan manfaat kepada anggota melalui pelayanan-pelayanan pengadaan barang, pembelian atau produksi sendiri dan penjualan barang-barang atau jasa hasil produksi harus sesuai dengan tujuan koperasi dan kegiatan koperasi, akhirnya dari semua kegiatan di atas harus diawasi secara sungguh-sungguh oleh semua komponen dalam koperasi sehingga dapat dirasankan manfaatnya oleh anggota pada khususnya dan masyarakat ( non-anggota) koperasi pada umumnya.
5.4      Pemeliharaan Anggota
Dalam hal ini yang harus dipelihara ialah sikap dan keadaan jasmaninya. Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi terhadap pengembangan dan pemeliharaan sikap, tetapi faktor komunikasi akan terlibat dalam semua faktor tersebut (Sutaryo Salim, 1989: 12). Sementara itu menurut De Cenzo dan Robbins (1996: 423-446), fungsi pemeliharaan berkaitan dengan program keselamatan kerja (job safety programs) yang dirancang untuk menjamin keselamatan kerja karyawan dan program kesehatan (wellness programs) yang dirancang untuk menjaga kesehatan karyawan. Fungsi pemeliharaan juga berhubungan dengan program komunikasi (communication programs) yang digunakan sebagai dasar bagi peningkatan loyalitas dan komitmen karyawan.
Karena itu pemeliharaan anggota harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan diawasi. Kegiatan yang harus dipelihara ialah sikap dan keadaan jasmani anggota, sehingga perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya. Organisasi koperasi dapat memelihara sikap dan keadaan jasmani para anggota dengan komunikasi atau program konseling / penyuluhan. Selanjutnya dalam pelaksanaannya koperasi harus betul-betul memperhatikan proses tersebut di atas, komunikasi dimaksudkan agar terjadi perubahan perilaku anggota yang harus berjalan diatas landasan prinsip-prinsip atau sendi dasar koperasi; demokrasi dan sukarela serta terbuka sehingga anggota merasa tentram, akhirnya dari semua kegiatan di atas harus diawasi secara sungguh-sungguh oleh semua komponen dalam koperasi sehingga anggota selalu siap sedia untuk berpartisipasi dan berusaha secara berkesinambungan. Dengan penyuluhan dan pembinaan yang baik karyawan akan menyadari arti penting fungsi pemeliharaan, baik bagi dirinya maupun bagi perusahaan.
5.5      Pemutusan Hubungan Keanggotaan
Sesuai dengan sendi dasar / prinsip koperasi keanggotaan terbuka sekarela, maka tidak menutup kemungkinan bagi anggota untuk keluar atau menghentikan keanggotaannya dari koperasi. Perlu adanya suatu program pemutusan hubungan keanggotaan ini, jangan sampai keluarnya anggota ini dapat merugikan kepentingan anggota lainnya maupun kepentingan usaha perusahaan koperasi, yang jelas bahwa untuk mengurangi keluarnya anggota (member turn over), koperasi harus berusaha agar pelayanannya memberikan manfaat kepada anggota lebih besar dari pada kalau anggota ini tidak menjadi anggota koperasi lagi atau lebih besar dari pada kalau berusaha dengan organisasi lain yang bukan koperasi (Sutaryo Salim, 1989: 15).
Usman Moonti (2000: 22) berpendapat, organisasi koperasi harus berusaha agar seseorang yang akan masuk menjadi anggota dijaga terus-menerus mampertahankan anggotanya sampai anggota itu meningkat kesejahtraannya. Meskipun koperasi harus melakukan prinsip keanggotaan yang terbuka dan sukarela hal ini tidak berarti anggota dapat keluar begitu saja sesuai dengan kehendaknya. Pengurus organisasi harus terus berusaha agar kepada para anggota perusahaan koperasi dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, sehingga para anggota terus mempertahankan kelangsungan anggotanya kepada organisasi koperasi sampai pada suatu saat anggota dengan sukarela mau menghentikan keanggotaannya. Perencanaan yang intensif dalam pemberhentian keanggotaan perlu dilakukan karena akan menyangkut keberhasilan kegiatan permodalan perusahaan koperasi seandainya para anggota ini tidak terkendali dalam pengunduran dirinya sebagai anggota kopersi.
5.6      Keberhasilan Usaha Koperasi
Sebagaimana  layaknya   setiap  organisasi,  organisasi  koperasipun  memiliki sasaran-sasaran  atau  tujuan yang  akan  dicapai.  Sebagai  organisasi, koperasi secara umum bertujuan mensejahtrakan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Namun untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan  sasaran yang  lebih  dahulu harus dicapai.
Tujuan koperasi adalah unsur manfaat, yaitu memenuhi kepentingan-kepentingan para anggotanya dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahtraan hidup. Untuk mencapai hal ini, walaupun koperasi bukan sebagai organisasi perkumpulan modal yang berorientasi profit, namun modal merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan tadi disamping faktor sumber daya lainnya. Bukan berarti pula koperasi tidak berupaya mencapai laba yang maksimal, sebagai badan usaha, koperasi bertujuan memperoleh laba yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan utamanya.
Berkaitan dengan kepentingan-kepentingan tertentu terhadap hasil-hasil dari berbagai kegiatan koperasi, Hanel (1985 : 206) membedakan tiga jenis efisiensi dalam koperasi yaitu:
a.      Efisiensi Pengelolaan Usaha
Sejauh mana suatu koperasi dikelola secara efisien dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya sebagai suatu lembaga ekonomi atau usaha. Jadi efisiensi operasional adalah sejauh mana tujuan yang telah disepakati organisasi koperasi khususnya perusahaan koperasi telah tercapai, yaitu efisiensi ekonomis berupa kestabilan keuangan dan prestasi usaha suatu perusahaan.
b.      Efisiensi yang Berkaitan Dengan Pembangunan
Efisiensi pembangunan dari organisasi swadaya koperasi berkaitan dengan penilaian atas dampak-dampak yang secara langsung atau tidak langsung ditimbulkan oleh koperasi sebagai konstribusi koperasi terhadap pencapaian tujuan pembangunan pemerintah.
c.       Efisiensi Yang Berorientasi Pada Kepentingan Para Anggota
Efisiensi anggota adalah suatu tingkat dimana melalui berbagai kegiatan pelayanan yang bersifat menunjang dari perusahaan koperasi itu kepenringan dan tujuan para anggota tercapai
Sedangkan menurut Mutis (1992) terdapat lima lingkup efisiensi koperasi, yaitu:
a.      Efisiensi Intern
Merupakan perbandingan terbaik dari ekses biaya dengan biaya yang sebenarnya (actual cost). Hal ini dapat dilihat dari net value of infut dan net value of output.
b.      Efisiensi Alokatif
Berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya dan dana dari semua komponen koperasi. Efisiensi ini juga mencakup perbandingan antara penggunaan sumber-sumber finansial di dalam dan di luar koperasi. Sebagai dasar tingkat pengukuran efisiensi digunakan laporan keuangan koperasi sampel, disamping data-data lain yang  diperlukan  seperti  yang  tercantum   dalam  laporan   pertanggungjawaban pengurus.
c.       Efisiensi Ekstern
Menunjukan bagaimana efisiensi pada lembaga-lembaga dan perseorangan di luar koperasi yang ikut memacu secara tidak langsung efisiensi di dalam koperasi.
d.      Efisiensi Dinamis
Dikaitkan dengan tingkat optimasi karena ada perubahan teknologi yang dipakai, setiap perubahan teknologi akan membawa dampak terhadap produktivitas dan output yang dihasilkan.
e.      Efisiensi Sosial
Dikaitkan dengan pemanfaatan sumberdaya dan dana secara tepat, karena tidak menimbulkan biaya-biaya atau beban sosial.

Yuyun Wirasasmita (1992: 9) menjelaskan bahwa ukuran keberhasilan usaha koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efisiensi koperasi sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan kesejahtraan anggota dengan dampak-dampaknya yang bersifat sosial.
Sedangkan Ibnu Soejono (1997: 60), menyatakan bahwa cara untuk menuju kepuasan anggota koperasi dapat dilihat dari dua sudut yaitu:
a        Keberhasilan Koperasi dari Sudut Perusahaan, antara lain meliputi jumlah anggota yang besar dan modal yang berkembang, volume usaha yang besar dan pelayanan    yang   baik.
b        Keberhasilan Koperasi dari Sudut Efek Koperasi, dapat dirasakan dalam hal-hal seperti produktivitas, efektivitas, adil dan mantap.

Röpke (1995) menyatakan bahwa: “Konsep keberhasilan usaha pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif”. Hal ini karena banyaknya pandangan yang berbeda terhadap pengertian, indikator maupun penyebab timbulnya, karena itu konsep tertentu dan keberhasilan usaha tidak dapat dipakai untuk memahami berbagia masalah yang simultan. Namun demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan usaha suatu organisasi ekonomi selalu mengimplikasikan pendapat harus selalu lebih besar dari pada pengeluarannya. Dalam konteks koperasi sebagai sebuah organisasi ekonomi,  maka  keberhasilan  usaha  koperasi  pada  umumnya  dapat  diukur dengan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Beberapa peneliti telah mengukur keberhasilan koperasi terutama koperasi unit desa (KUD), indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan tersebut antara lain; sisa hasil usaha yang dibagikan per anggota setiap tahun, volume usaha, jumlah anggota, jumlah modal, rapat anggota tahunan tepat waktu, jumlah jam kerja, perbandingan realisasi dengan rencana, kehadiran anggota dalam rapat anggota, dan pangsa pasar (Rahmat, 1993).
Sedangkan Djarkasih Setiakusumah (2000), mengemukakan beberapa indikator dalam mengukur keberhasilan usaha KUD, yaitu: 1) keberhasilan KUD segi organisasi, 2) keberhasilan KUD segi keuangan; (a) realisasi jumlah volume usaha; (b) kemampuan permodalan, (c) besarnya sisa hasil usaha (SHU), dan 3) keberhasilan segi sosial
  Berdasarkan pendapat dan tolak ukur di atas, maka keberhasilan usaha yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah modal yang dimiliki KUD, besarnya volume usaha yang dilakukan KUD, dan jumlah sisa hasil usaha (SHU) yang dicapai KUD.

6.    Modal  KOPERASI           
Sesuai dengan Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Sebagai badan usaha, koperasi harus memiliki modal ekuitas sebagai modal perusahaan. Atas dasar itu kedudukan dan status modal koperasi secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri yang merupakan modal ekuitas, sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang (Hendar dan Kusnadi, 1999:191). Dalam pasal 41, bab VII Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dinyatakan bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
6.1      Modal Sendiri
Modal sendiri dimaksudkan modal yang berasal dari pemiliknya secara langsung akan menanggung resiko atau kerugian apabila terjadi kondisi pailit. Modal sendiri juga disebut dengan ekuiti (equity). Karena modal sendiri merupakan modal yang akan menanggung resiko kerugian maha usaha dengan  basis modal sendiri yang kuat merupakan salah satu nilai lebih yang dilihat pihak lain (Hudiyanto, 2002: 145-146). Modal koperasi bisa didapatkan dari sumber anggota maupun non anggota, yang secara umum dikemukakan sebagai berikut:
6.2  Simpanan Pokok
Sejumlah simpanan uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
6.2  Simpanan Wajib
Sejumlah  simpanan  tertentu  yang  tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali  selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
6.2  Dana Cadangan
Sejumalah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
6.2  Hibah
Suatu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, 2002:71-72). Sedangkan Arifin Sitio dan Halomoan Tamba (2001: 85) mengemukakan, hibah atau donasi yaitu sejumlah uang atau barang dengan nilai tertentu yang disumbangkan oleh pihak ketiga, tanpa ada sesuatu ikatan atau kewajiban untuk mengembalikannya.
Dalam kedudukannya sebagai modal sendiri, maka simpanan pokok dan simpanan wajib dikatagorikan sebagai modal dasar sehingga perlu dijaga mutasi pengurangannya sebagai akibat adanya anggota yang keluar tidak mengganggu stabilitas modal koperasi. Karena itu terhadap anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi tidak dapat langsung mengambil kembali simpanan pokok dan simpanan wajibnya terutama sebelum diketahui jumlah tanggungan resiko dan hak dari simpanan-simpanannya tersebut. Modal tersebut sangat diperlukan karena sebagai badan usaha, koperasi melaksanakan kegiatan usaha dan untuk itu harus tersedia sejumlah modal baik untuk investasi maupun modal kerja. Karena anggota koperasi adalah pemilik koperasi, maka anggota berkewajiban menyediakan modal tersebut untuk dipergunakan oleh koperasi.
Sebagai komponen modal, modal sendiri memegang peranan yang cukup penting bagi suatu koperasi karena mencerminkan kemampuan internal koperasi dalam membentuk kapitalisasi. Modal sendiri menunjukan kemandirian dan kemampuan koperasi dalam menyerap dana anggota. Semakin besar modal sendiri maka semakin mandiri suatu koperasi.
6.2      Modal Pinjaman ( Modal Luar )
Modal ini dapat berasal dari :
a.      Anggota
Suatu pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.
b.      Koperasi lain/atau anggota
Pinjaman dari koperasi lain dan/a atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja sama antar koperasi.
c.       Bank dan lembaga keuangan lainnya
Pinjaman dari  bank  dan  lembaga  keuangan  lainnya  dilakukan  berdasarkan ketentuan    peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku.  Jika  tidak terdapat ketenteuan khusus, koperasi sebagai debitor dari bank atau lembaga keuangan lainnya  diperlukan  sama  dengan   debitor  lain, baik  mengenai   persyaratan pemberian dan pengembalian kredit maupun prosedur kredit.
d.      Penerbitan  obligasi dan surat berharga lainnya
Dalam rangka mencari tambahan modal, koperasi dapat mengeluarkan obligasi (surat pernyataan hutang) yang dapat dijual ke masyarakat. Sebagai konsekuensinya, maka koperasi diharuskan membayar bunga atas pinjaman yang diterima (nilai dari obligasi yang dijual) secara tetap, baik besar maupun waktunya. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e.      Sumber lain yang sah
Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penewaran secara hukum (Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, 2001: 82-83).
Kemampuan koperasi menarik modal luar menunjukan prospek koperasi yang cukup baik bagi penanam modal. Semakin banyak koperasi yang mampu menarik modal dari luar, serta diimbangi dengan sumber modal sendiri secara signifikan, menunjukan bahwa usaha koperasi tersebut semakin menarik dan prospektif.

7.    Volume Usaha
Volume  usaha   menunjukan  besarnya  pelayanan  kepada  anggota  dan  non anggota, baik melalui transaksi penjualan barang maupun jasa.  Untuk  mengukur tingkat  perkembangan  volume  usaha ini dengan cara membandingkan antara target yang sudah ditetapkan dengan realisasi yang dicapai dikalikan dengan 100%.
Volume usaha merupakan totalitas kegiatan yang tercermin dalam bentuk nilai uang dan merupakan titik sentral dari interaksi berbagai peubah dalam KUD, sehingga volume usaha merupakan ukuran jumlah seluruh kegiatan yang diukur dalam satuan uang sekaligus dapat memberikan gambaran apa saja yang dilakukan koperasi selama kurun waktu tertentu (Ima Suwandi, 1988: 38).
Menurut Balitbangkop (1992: 24), menyatakan semakin besar volume usaha yang dicapai KUD, semakin dapat diartikan bahwa fungsi dan manfaat KUD dirasakan oleh anggota, karena besarnya volume usaha menunjukan besarnya pelayanan koperasi kepada anggota maupun non anggota baik dalam bentuk transaksi pembelian maupun transaksi penjualan barang dan jasa. Voleme usaha dapat juga dijadikan petunjuk bahwa fungsi koperasi dalam perannya membina ekonomi para anggota.

8.    Sisa Hasil Usaha (SHU)
Dilihat dari  aspek  legalistik,  pengertian  Sisa  Hasil  Usaha  (SHU)  menurut Undang-Undang  No.25  Tahun 1992, tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
  1. SHU koperasi adalah pendapatan  koperasi  yang diperoleh  dalam  satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
  2. SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
  3. Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam rapat anggota.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Sejalan dengan itu, dalam PSAK No. 27 paragraf 76, menyatakan bahwa :
Perhitungan hasil usaha menyajikan informasi mengenai pendapatan dan beban-beban usaha dan beban perkoperasian selama periode tertentu. Perhitungan sisah hasil usaha menyajikan hasil akhir yang disebut sisa hasil usaha. Sisa Hasil Usaha mencakup hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota. Istilah sisa hasil usaha digunakan mengingat manfaat dari usaha koperasi tidak semata-mata diukur dari sisa hasil usaha tetapi lebih ditentukan manfaat bagi anggota.
Agar tercermin azas keadilan, demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut:
  1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari  anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai dana cadangan koperasi.
  1. SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yang diterima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikannya dan dari hasil transaksi yang dilakukannya dengan koperasi. Oleh sebab itu, perlu ditentukan proporsi SHU untuk jasa modal dan jasa transaksi usaha yang dibagi kepada anggota.
  1. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasinya.
  1. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU peranggota  haruslah  diberikan  secara  tunai,  karena  dengan  demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra usahanya (Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, 2001: 92).
Sisa Hasil Usaha (SHU)  sangat  berkaitan  erat dengan  skala  usaha koperasi, dimana semakin besar skala usahanya maka sisa hasil usaha yang dihasilkan tentu akan semakin besar. Distribusi sisa hasil usaha didasarkan kepada jasa anggota kepada koperasi. Bagian SHU untuk anggota merupakan manfaat ekonomi yang diterima  anggota  pada  akhir  tahun  buku.  SHU  yang  dibagikan  kepada  anggota biasanya sebesar 30 sampai 40 persen saja dari total SHU.
Pembagian SHU ini sebagian besar didasarkan pada banyaknya pengguna jasa koperasi yang dimanfaatkan oleh anggota., dari modal yang disetor hanya akan memperoleh imbalan dalam jumlah yang sangat terbatas ( sesuai dengan salah satu prinsip koperasi ). Dengan demikian, koperasi tidak akan menarik bagi anggota, calon anggota, dan masyarakat lainnya yang ingin menjadi anggota hanya karena merasa memiliki kelebihan modal, sebaliknya koperasi akan sangat menarik apabila koperasi dapat memberikan manfaat ekonomi bagi anggotanya.
Sehingga keberhasilan usaha koperasi adalah merupakan prestasi dalam melaksanakan kegiatan berbisnis dalam meningkatkan kesejahtraan anggotanya dan masyarakat pada umumnya. Hanel (1985:113) berpendapat, bahwa hasil usaha dan keberhasilan koperasi tidak timbul sendiri, melainkan merupakan akibat dari usaha koperasi yang sangat tergantung pula pada kerjasama yang efektif dan konstribusi para anggota terhadap perkembangan koperasi dan yang memerlukan tingkat solidaritas atau loyalitas tertentu.
Keberhasilan usaha (kenaikan Sisa Hasil Usaha, modal, dan volume usaha) koperasi dipengaruhi oleh fungsi operasional keanggotaan (pengadaan, pengembangan, pemberian manfaat, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan keanggotaan). Dengan demikian, pengelolaan anggota koperasi yang didasarkan atas fungsi operasional keanggotaann merupakan suatu sistem dalam rangka mewujudkan keberhasilan usaha koperasi.

9.    PILAR KOPERASI SEBAGI USAHA KERAKYATAN
  Dalam teori strategi pembangunan ekonomi, kemajuan Koperasi dan usaha kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar, yaitu :
  1. Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat
  2. Berfungsinya aransmen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang effektif
  3. mekanisme yang harus dilalui untuk mencapai hasil akhir tersebut.
Sebagaimana organisasi ekonomi yang dibentuk dari, oleh dan para anggotanya, maka organisasi koperasi harus mampu mempresentasikan aktivitas ekonomi kepentingan para anggotanya. Dilain hal koperasi harus dapat memberikan manfaat lebih bagi masyarakat. Koperasi tidak hanya berperan sebagai lembaga usaha anggotanya, akan tetapi lebih dari itu koperasi harus dapat menjadi wadah dalam melaksanakan fungsi sosialnya.
Untuk dapat menumbuhkembangkan koperasi sebagai lembaga ekonomi sebagaimana lembaga ekonomi dan lembaga keuangan lain yang berorientasi pada profit motif namun tetap berwatak sosial, maka pembinaan dan pemberdayaan koperasi tidak ada cara lain, yaitu dengan upaya peningkatan pelayanan koperasi, sehingga koperasi benar-benar dapat berperan sebagaimana tujuannya didalam peningkatan kesejahteraan ekonomi anggota dan masyarakat dalam kerangka tatanan ekonomi kerakyatan.

10.           KASUS
Di Kalimantan Selatan menurut sumber Dinas Koperasi dan UKM data tahun 2008 terdapat sebanyak 2.134 unit koperasi yang didukung oleh anggota 2.99.269 orang, dengan modal sendiri kurang lebih 178.179.000.000 rupiah, dan modal luar 332.842.000.000 rupiah dan dengan tinmgkat volume usaha sebesar 587.489.000.000 rupiah, tentunya ini memiliki potensi yang sangat besar dalam turut serta mendukung dan berperan dalam pengembangan dan pembangunan ekonomi di Kalimantan Selatan.
Hal yang menjadi kendala utama dalam menjadikan koperasi sebagai lembaga multi fungsi adalah masalah partisipasi (dukungan) anggota dan citra masyarakat didalam memajukan koperasi, sehingga berakibat kurangnya kinerja koperasi sebagai badan usaha yang berazaskan gotong royong dengan mengedepankan unsur sosial. Untuk alasan inilah, maka unsur partisipasi dan pengambilan citra koperasi merupakan uji konparatif, yaitu suatu koperasi mungkin saja sukses dalam persaingan usaha, namun memberikan kinerja pelayanan yang rendah bagi anggotanya dan bahkan tidak mempunyai unsur sosial bagi anggota masyarakat sekitar.
Dengan pertumbuhan koperasi yang berkualitas maka diyakini koperasi akan mampu menopang pertumbuhan perekonomian daerah, nasional ditengah arus putaran perekonomian global dan juga mampu menciptakan daya saing tinggi melalui produk dan jasa yang dihasilkan, walaupun kebutuhan sarana kerja yang efektif dan efesien serta system jaringan melalui komputerisasi mutlak diperlukan untuk mendukung menciptakan daya saing koperasi baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional.

11.           LEMBAGA LAINNYA (yang Berbadan Hukum Koperasi)
Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal, saat ini juga berkembang lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam. Badan Hukum dari BMT dapat berupa Koperasi untuk BMT yang telah mempunyai kekayaan lebih dari Rp 40 juta dan telah siap secara administrasi untuk menjadi koperasi yang sehat dilihat dari segi pengelolaan koperasi dan baik, dianalisa dari segi ibadah, amalan shalihan para pengurus yang telah mengelola BMT secara Syariah Islam.Sebelum berbadan hukum koperasi, BMT dapat berbentuk sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dapat berfungsi sebagai Pra Koperasi.
Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah , yang sedang berkembang saat ini di Indonesia, dalam sebuah bentuk kemitraan berupa pembinaan manajerial koperasi, bantuan pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro, serta kerjasama pendanaan dan pembiayaan .
Dengan membuat sebuah program kemitraan bagi BMT, maka diharapkan dapat mengembangkan usaha-usaha mikro, sebagai pelaku utama ekonomi kerakyatan, yang akan sulit jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan murni, dan di sisi lain kemitraan ini juga akan meningkatkan kemampuan Koperasi dan BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi Kerakyatan yang didengung-dengungkan selama ini dalam mencapai visi mencapai kesejahteraan lahir dan bathin, insya Allah akan dapat terwujud. Namun sebelum mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita harus menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan dengan apek ruhaniah yang juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan social ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat, sehingga mendiskusikan konsep kesejahteraan tersebut tidak terbatas pada variable-variabel ekonomi semata, melainkan juga menyangkut moral, adat, agama, psikologi, sosial, politik, demografi, dan sejarah.